Menjadi Dokter Sendiri

Posted: July 29, 2014 in Uncategorized
Tags: , , ,

sejak akhir tahun 2009, sebenarnya aku sudah tidak memiliki dokter (hematolog) lagi untuk sekedar konsultasi tentang penyakit LEUKEMIA yang aku derita. Begitu juga ketika pada akhir pebruari 2014 dimana aku membuat sebuah keputusan (besar) untuk pindah atau berganti obat dengan glivec.

stYa,,, setelah lebih dari sepuluh tahun aku hanya bertahan hidup dengan penggunaan obat lapis kedua (hydrea) ahirnya kondisi darahku sampai pada batasan maksimal dimana tubuhku sudah semakin tidak merespon obat obatan yang selama itu aku konsumsi setiap hari bahkan hitungan darahku terus semakin memburuk terutama kadar HB yang selalu rendah sehingga sejak satu tahun belakangan aku sudah empat kali menjalani tranfusi darah dan jaraknya pun semakin dekat. Hal itulah yang membuat aku akhirnya memutuskan untuk beralih pada obat yang sudah semestinya aku gunakan semenjak lama itu.

Keputusan ini bukan sebuah keputusan yang mudah karena untuk mengganti obat, kenyataanya bukan sebuah perkara yang ringan bagi seorang penyintas leukemia (CML), dimana salah satu permasalahan yang harus dipikirkan adalah aku harus memastikan untuk bisa mengkonsumsi obat setiap harinya selama seumur hidupku tanpa boleh alpa meskipun hanya satu hari. Dan masalah lain yang lebih besar adalah, harga obat yang aku maksudkan tersebut sangatlah mahal, dimana penggunanya harus mengeluarkan uang lebih dari satu juta rupiah setiap harinya.

Aku begitu yakin bahwa ada campur tangan Tuhan dalam keputusan perpindahan obatku ini karena aku merasakan begitu mudahnya jalan yang kulalui untuk melakukanya, termasuk mudahnya mengusahakan sendiri obat versi generik dari India yang relatip murah harganya dan terjangkau untuk ukuran kantongku. Alhamdulillah perpindahan obatku itu dapat aku usahakan dan jalankan bahkan hampir tidak ada masalah yang berarti kecuali efek mual dan gatal yang membuatku merasa sedikit tidak nyaman hingga beberapa minggu bahkan bulan.

Banyak yang tidak benar benar mengetahui bahwa cocoknya glivec terhadap tubuhku bukan semata mata instan seperti jatuh dari langit, melainkan atas usaha dan iktiar yang bukan saja dibutuhkan sedikit keberanian dan keberuntungan melainkan juga yang terpenting adalah kecerdasan. Meskipun selama ini aku belum pernah menggunakan glivec namun sebenarnya aku tidak pernah menutup mata dengan obat yang harganya lebih mahal dari emas ini, terlebih lagi ada banyak sahabat sahabat leukemiaku yang menggunakan obat ini yang mendapatkan masalah yang tidak diinginkan, baik masalah yang ringan seperti kerap menghilangnya obat tersebut dari pasaran, sampai masalah masalah seputar dosis serta efek samping penggunaan yang beraneka ragam, sehingga sebahagian dari mereka tidak cocok dengan penggunaan obat tersebut sehingga menyebabkan resistensi sampai banyak pula yang meninggal dunia.

labDan ketika aku benar benar sudah mulai menggunakanya, maka akupun menjalankan beberapa prosedur standar persis seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang dokter hematolog terhadap pasien leukemianya. (Menjadi Dokter Sendiri).

Meskipun tanpa ada anjuran dan nasehat dari dokter manapun, diam diam aku mulai melakukan beberapa prosedur yang aku jalankan dengan konsisten diantaranya adalah aku menggunakan dosis umum yang digunakan mayoritas pengguna glivec diseluruh dunia yaitu 400 mg dan yang juga terbilang sangat penting adalah pada setiap satu minggu akupun melakukan cek darah lengkap untuk mengetahui hitungan hitungan umum dalam darahku. Lalu setiap dua minggu sekali aku juga menyertakan hitungan fungsi hati, fungsi ginjal bahkan beberapa hal lainya yang juga dibutuhkan untuk melihat seberapa besar dampak yang dibuat oleh obat (baru) tersebut terhadap tubuhku, seperti gula darah, asam urat, kolesterol serta pemeriksaan urin lengkap.

Jujur saja, aku sebenarnya juga tidak terlalu faham dengan hitungan hitungan laboratorium berikut cara mengatasinya jika ada hal hal yang menyimpang dari acuan normalnya. Namun menurutku alangkah baiknya jika aku bisa mengetahui hitungan hitungan darahku sendiri semenjak dini, adapun kemudian bagaimana cara menanggulanginya itu urusan belakangan atau nomor dua.

lab1Dan terbukti ketika pada minggu pertama aku menggunakan glivec ada hitungan hitungan yang menjadi normal namun ada pula yang sebaliknya. Leukositku yang tadinya ada diangka 50 ribuan menjadi normal diangka 8 ribu namun ada penurunan yang sangat besar dari kadar trombositku dari yang awalnya 450 ribu turun drastis hingga menjadi 150 ribu saja.

Begitupun pada minggu kedua leukositku ternyata drop lagi hingga dibawah normal begitu juga HB yang kembali turun pada angka 9, sedangkan trombosit kembali turun hingga hampir menyentuh angka 100 ribu. Jelas sekali bahwa hal ini akan berakibat fatal pada diriku jika aku diam saja dan tidak bertindak apa apa serta terus menggunakan glivec dengan dosis 400 mg. Begitu juga hitungan fungsi hati (sgot dan sgpt) yang juga meningkat tajam, bahkan hampir dua kali lipat dari hitungan normal.

Dengan keyakinan yang tinggi untuk melakukan ikhtiar demi kesembuhan diri,,, tanpa harus menunggu tubuh ini semakin rusak atau tanpa menunggu perintah dari siapapun juga, akupun segera menurunkan dosis glivecku menjadi 200 mg perhari. Sebenernya dosis ini bukan dosis yang aku inginkan karena aku hanya ingin menurunkan sedikit menjadi 300 mg dan dosis tersebut masih terlalu rendah menurutku. Tetapi karena obat yang aku miliki itu dosisnya 400 mg perbutirnya maka agak sulit untuk memotong sepertiganya sehingga akupun hanya memotong menjadi dua bagian saja yang kira kira dosisnya menjadi 200 mg. Dan dosis itulah yang aku konsumsi hingga hari ini.

200.Dan meskipun aku masih merasakan gatal gatal disekujur tubuhku juga kerap merasakan mual setelah beberapa saat meminum obat dengan dosis ini namun pada minggu minggu selanjutnya hitungan darahku sudah semakin membaik, bahkan pada pemeriksaan bulan ke 4 serta bulan ke 5 seluruh hitungan darahku termasuk berbagai fungsi hati, fungsi ginjal dan lain lain berada dalam hitungan yang normal serta berat tubuhku pun telah sampai pada berat ideal tubuhku seperti sedia kala ketika aku masih sehat yaitu sekitar 53-54 kg.

Awalnya aku tidak ingin bercerita kepada siapapun tentang dosis 200 mg yang aku gunakan ini karena aku tidak ingin terlihat berbeda dan terlalu ‘nyeleneh dengan meragukan pendapat para pakar dan ahli darah diseluruh dunia yang menyatakan bahwa dosis minimal glivec adalah 400mg.

Namun aku tidak boleh egois dan menutupi apa yang aku lakukan ini, karena jika yang aku lakukan ini sebuah kesalahan dan di kemudian hari terbukti bahwa apa yang aku lakukan ini salah bahwa dengan dosis 200 mg dapat dengan mudah menyebabkan aku atau seseorang resisten terhadap obat dan mengakibatkan meninggal dunia, maka sudah seharusnya orang lain tahu bahwa dosis 200 ini memang benar benar tidak boleh digunakan.

200Namun (kebalikanya) jika dosis ini terbukti bisa cocok dengan tubuhku dan aku tidak mengalami hal hal yang tidak aku inginkan dalam waktu dekat, sudah selayaknya orang juga tahu bahwa dosis yang ditetapkan oleh NOVARTIS serta para pakar hematologi di seluruh dunia sebesar 400mg itu adalah bukanlah dosis minimal, dan untuk orang yang memiliki berat badan sekitar 50 kg bisa di turunkan dosisnya menjadi 300 mg, bahkan 200mg untuk setiap harinya.

Ada fakta lain yang akan aku ungkapkan pada tulisan ini yaitu ketika aku memulai menggunakan glivec, sebenarnya ada 5 orang sahabatku yang juga memulai menggunakan obat tersebut dengan waktu yang hampir bersamaan, bedanya aku hanya menggunakan glivec versi generik dari India dan mereka semua menggunakan obat glivec patent yang didapat melalui program BPJS maupun program NOA. Selain perbedaan obat, mereka juga mendapatkan nasehat dan petunjuk dari seorang profesional dalam bidangnya yaitu dokter hematolog karena YKI dan novartis tidak akan memberikan obat glivec jika tanpa mendapat rekomendasi dari seorang hematolog.

Seperti yang pernah aku ungkapkan pada tulisan ku yang terdahulu bahwa dari kelima orang tersebut hanya satu orang saja yang bisa dibilang sama sekali tidak mendapatkan hal hal buruk yang tidak mereka inginkan sedangkan empat lainya mengalami berbagai efek buruk yang diyakini sebagai efek samping yang memang biasa terjadi. Dua diantaranya telah resisten dan beralih ke  TASIGNA, satu orang masih observasi karena terus terusan demam tinggi serta trombosit yang drop dan satu orang lagi telah meninggal dunia.

Ada satu pelajaran yang saya ambil dari salah seorang  sahabatku yang resisten tersebut diatas dimana pada bulan bulan pertama dia sama sekali tidak merasakan hal hal buruk menggunakan glivec sebanyak 400 mg, bahkan dia bercerita hampir tidak merasakan efek samping seperti mual dan gatal. Namun pada bulan ke empat (4) trombositnya menurun drastis dan yang lebih mengejutkan lagi adalah fungsi hatinya (sgot dan sgpt) sudah berkali kali lipat dari jumlah normalnya. Artinya adalah,,, glivec dengan dosis 400mg masih terlalu keras buat tubuhnya dan dokternya pun kemungkinan besar lupa untuk mengecek perkembangan penerimaan tubuhnya terhadap obat yang sangat keras tersebut terutama pada awal awal penggunaan di minggu pertama hingga minggu ke enambelas (empat bulan).

Celakanya,,, dokter yang merawatnya menganggap bahwa ia resisten terhadap glivec dan menyuruhnya untuk beralih pada obat yang lebih gila lagi kerasnya yaitu tasigna. Bisa dibayangkan,,, dengan menggunakan glivec 400 mg  saja tubuhnya sudah tidak sanggup lagi menerima obat tersebut yang ditandai dengan anjlognya kadar trombosit dalam darahnya hingga berkali kali harus membutuhkan tranfusi, serta di tandai buruknya fungsi hati yang sudah 7 kali lipat lebih dari acuan normalnya dimana residu dan kandungan obat obatan yang tiap hari di minumnya itu hanya menumpuk dan menumpuk didalam organ hati. Tetapi,,, anehnya kok malah diberikan obat yang lebih keras lagi. Logikanya dimana ?

Namun lagi lagi aku tidak bisa berbuat apa apa karena sahabatku itu begitu yakin dengan solusi yang diberikan oleh dokternya sehingga aku tidak berani mengemukakan pendapatku karna takut menggoyahkan keyakinan sahabatku itu untuk bisa kembali pulih dan sembuh.

Meskipun aku tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan sedikitpun apalagi tentang hitung hitungan darah, namun secara logika tidak mungkin sahabatku itu resisten terhadap glivec. karena jika resisten berarti hitungan darahnya seharusnya tinggi terutama leukosit dan trombositnya. Dan yang terjadi pada sahabatku itu bukannya tinggi melainkan drop,,, baik trombosit dan leukosit, terlebih lagi fungsi hatinya yang berkali kali lipat dari jumlah normal dimana jelas sekali ada kemungkinan itu karena faktor kerasnya obat atau malah karena kelebihan dosis.

Memang dosis glivec yang umum digunakan diseluruh dunia adalah  400mg dalam sehari, tetapi sebagai orang yang berakal kita seharusnya bisa mengukur diri seberapa besar tubuh dan badan kita yang notabene adalah orang ras asia dengan tubuh lebih kecil jika dibandingkan dengan mereka orang orang Eropa dan Kaukasia yang rata rata bertubuh besar dengan berat badan diatas 120 kilogram. Logikanya,,, jika manusia dengan berat 120 kg dosisnya adalah 400mg maka kebanyakan orang indonesia yang beratnya cuma separuhnya itu seharusnya dosisnya juga cuma setengahnya. Begitu kan?

Selain karena pertimbangan berat tubuh, penyebab yang paling utama aku begitu yakin menggunakan dosis 200 mg adalah karena feeling atau mungkin semacam kesadaran tubuh. Sebenarnya tanpa kita sadari alam bawah sadar kita memberitahukan kepada kita hal hal yang berada di luar jangkauan akal atau kecerdasan kita melalui berbagai efek yang dirasakan oleh tubuh. Ada perasaan takut bahkan sudah merasakan mual sebelum aku meminum obat dengan dosis 400 mg membuat aku berfikir bahwa tubuhku sebenarnya ingin memberitahukan kepada alam sadarku bahwa dia menolak dosis tersebut. Berbeda ketika aku menggunakan dosis 200 mg, kadang sambil ngobrol atau tertawa pun aku enjoy enjoy saja menggunakan dosis tersebut, baik sebelum atau setelah aku menggunakannya.  Aku menyebutnya sebagai kesadaran jasad (tubuh). Kesadaran yang sebenarnya paling dasar sekali di miliki oleh setiap manusia yang hidup. Persis seperti seorang bayi yang belum memiliki kesadaran akal budi, dimana jika haus ataupun di gigit serangga ia segera bereaksi dengan tangisanya. Naluri.

Pada tahun 2011 ada seorang sahabat leukemia yang mengingatkanku tentang pentingnya konsultasi dengan ahlinya (dokter), di mana ia menyebutnya sebagai kunci utama kenapa ia bisa tetap bertahan untuk hidup. Berkali kali dia menyindirku bahkan terang terangan mengatakan “Janganlah menjadi dokter sendiri,,, atau “serahkan sama ahlinya,,, karena jika tidak, kita akan mati konyol”, begitu yang selalu dia ungkapkan kepadaku. Namun pada pertengahan tahun 2012 leukosit sahabatku itu melonjak hingga 150 ribuan dan dokternya menyuruhnya menggunakan dosis hydrea sebanyak 4 butir atau 2000 mg perhari. Entah karena terlalu sibuk atau mungkin lupa dokternya tidak menyuruhnya untuk cek lab lagi setelah dua minggu menggunakan dosis tersebut. Dan ketika baru dua minggu menggunakan dosis tersebut sahabatku itu mulai mengeluh lesu dan demam. Aku menyuruhnya untuk cek lab dan konsultasi pada dokternya namun dia menolak karena jadwal cek laboratorium dan kontrol dokternya masih dua minggu lagi dan dia berkeras bahwa tidak akan terjadi apa apa karena dokternya tidak menganggap ini sebuah kejadian yang besar dan tidak menyuruh untuk memeriksakan darah sebelum empat minggu atau satu bulan seperti yang biasa dilakukanya selama 4 tahun dia hidup dengan leukemia. Ternyata hal inilah yang membuat sahabatku itu ‘kalah, karena begitu konsistenya dia mengikuti anjuran dan nasehat dokternya sampai ketika aku menyarankan untuk mengurangi dosis hydrea nya dan cek laboratorium lebih cepat ia menolaknya karena tidak diperintahkan oleh dokternya sehingga leukosit dlm darahnya drop sangat rendah sekali dan infeksi menyerang tubuhnya hingga paru parunya. Kekalahan yang seperti ini menurutku sangat tidak layak karena begitu sepele sekali dan remeh di mana seharusnya bisa kita tanggulangi sendiri hal hal tersebut dengan mudah tanpa harus menunggu saran dari seorang dokter.

bingungKembali pada topik atau judul yang aku buat pada tulisan kali ini yaitu “Menjadi dokter sendiri” mohon janganlah di artikan secara harfiah saja karena sebenarnya ini hanya sebuah ungkapan bahwa sebagai pemilik tubuh ini  sudah selayaknya kitalah yang paling mengerti tentang tubuh kita sendiri. Jika kita bisa berfikir jernih, hati menjadi bening dan diharapkan jiwa kita mampu membaca dan menangkap kehendak kehendak Tuhan dan mengaplikasikanya dalam kehiudupan kita sehari hari.

Ada sebuah fakta yang tanpa aku sadari telah berjalan berkali kali dalam perjalanan panjangku hidup dengan leukemia, yaitu aku selalu belajar dari kasus kasus yang menimpa sahabat sahabatku dan berusaha agar tidak mengulangi kealpaan mereka agar tidak terjadi pada diriku sendiri. Namun hati kecilku tetap menyimpan selaksa kepedihan karena ternyata selama ini aku belajar dari kesalahan bahkan dari kematian sahabat sahabatku sendiri. 😦

Jika akhirnya anda menjadi bingung membaca tulisanku kali ini,,, wajar saja karena akupun sebenarnya juga bingung mau nulis apa ? Ya sudah,,, kita cukupkan saja tulisan ini sampai di sini. Selamat berbingung binggung !

Wassalam.

PS. Sepenggal tulisan yang aku  buat dalam keadaan binggung dan sedih ini, aku persembahkan pada sahabatku Anto. Semoga diterima amal ibadahnya dan dikumpulkan bersama orang orang mukmin. Amin.

Tulisan Terkait :

– FORUM LEUKEMIA.

– GLIVEC GENERIK BERBAHAYA ?

– BERALIH KE GLIVEC.

“Semua Tulisan Oce Kojiro”

Comments
  1. Iwan says:

    great job doc……!

  2. dewikamal says:

    Aamiin Ya Robbal Alamiin. Semoga mas anto mendapat tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Komentar Anda :