DOKTER SUPRIYADI

Posted: May 21, 2010 in Uncategorized
Tags: , , , , , , , , , ,

Mengidap penyakit Leukemia memang membutuhkan kesabaran dan kapasrahan diri yang tinggi, bukan hanya sangat jarang penderitanya yang bisa sembuh tetapi sang penderitapun harus ekstra hati hati dalam menjalani kehidupan dizaman yang serba instant dan cepat ini.

Meskipun tampak dari luar seperti orang yang normal normal saja, penderita leukemia yang sedang dalam masa pengobatan sebenarnya sangat rapuh sekali, jangankan mendapatkan sebuah cedera dengan luka menganga, terinfeksi influenza saja akan sangat berbahaya sekali, padahal bagi orang sehat menderita penyakit flu atau batuk adalah kejadian yang biasa biasa saja.

Hal yang paling penting bagi penderita leukemia adalah harus menjaga kebersihan makanan yang di makannya. Dengan kata lain jika tidak yakin dengan kebersihan makanan yang di jual di luar rumah, maka sipenderita harus dengan tegas menolak makanan ataupun minuman yang di jajakan di pasar ataupyun dijalan, karena lebih dari 30% penderita leukemia meninggal karena terserang diare.

Pada bulan Pebruary Th 2008, saya terjatuh dari sepeda motor karena mencoba menghindari seekor kucing yang melintas didepan rumahku. Jatuhnya tidak keras karena memang tidak sedang ngebut, tetapi dada kiriku terkena setang sepeda motorku sendiri dan aku merasa sangat kesakitan.

Karena sakitnya luar biasa, aku dibawa ke rs UIN dan dironsen pada bagian dada, hasilnya tidak ada tulang yang patah atau retak. Akupun pulang meski masih merasa sangat sakit di bagian dada. Keesokan harinya aku mulai merasa sesak dalam bernafas hingga aku di bawa ke H. Naim dukun urut dan patah tulang yang sangat kondang di daerah Cilandak Jakarta selatan. Namun kondisiku tidak ada perubahan sedikitpun bahkan semakin sakit saja pada bagian dadaku ketika diurut dan semakin sesak nafasku.

Hari keempat aku sudah tidak bisa berbaring karena sangat sesak dan sulit sekali bernafas hingga ahirnya aku bersedia dibawa kerumah sakit, namun aku memilih rumah sakit yang agak bagus, karena berkali kali pengalamanku dirawat di rumahsakit pemerintah yang biasa aku kunjungi itu, banyak meninggalkan pengalaman yang tidak mengenakkan, apalagi aku biasa dirawat di kelas ekonomi atau kelas 3. Jadi aku lebih memilih sekali kali dibawa dan dirawat di rumah sakit yang bertaraf internasional, dan pilihanku jatuh pada RSIB di Bintaro Jaya.

Sesampainya di UGD aku langsung dironsen, dan saat itulah diketahui bahwa sudah lebih dari 80 % paru paruku sudah terendam cairan. Dan dokter yang menanganiku saat itu langsung memberikan secarik kertas untuk ditandatangani oleh istriku karena aku harus menjalani Operasi saat itu juga.

Dokter Supriyadi memberikan instruksi kepada beberapa orang perawat yang saat itu berada di UGD untuk mempersiapkan pembedahan, seorang perawat sempat bertanya kepada beliau kenapa tidak di ruang operasi saja ? Namun beliau menjawab ini darurat, dan ini hanya operasi kecil saja kok, katanya tegas.
Keputusan yang diambil oleh dr Supriyadi sanga masuk akal meskipun sebenarnya menguntungkan pihak pasien (saya) karena tidak perlu memakai ruang operasi yang biayanya sangat mahal menurutku.
Dan tepat satu jam aku berada di UGD, aku mulai menjalani operasi dibawah ketiak sekitar 10 cm jaraknya dan dibuat sebuah lubang untuk dimasukkan sebuah selang yang masuk kedalam paru paru untuk mengeluarkan cairan yang memenuhi paru paruku.

Aku dan dokter Supriyadi tetap saling bercicara ketika operasi, karena aku tidak dibius total, bahkan beberapa kali aku melihat bagian tubuhku disayat dan dimasukkan selang dan terahir dijahit dengan selang tetap menembus paru paruku untuk mengeluarkan cairan yang ternyata adalah darah segar.

Dokterku menjelaskan prosedur baru di RS tsb bahwa mereka kini mempunyai tabung khusus untuk menampung cairan yang dikeluarkan dari tubuh meskipun harganya cukup mahal, hingga lebih dari satu juta rupiah untuk sebuah tabung kotak berongga dua yang dapat menampung cairan sebanyak 2000 ml.  Akupun terpaksa mengikuti prosedur tersebut karena harus bagaimana lagi ?

Hari kedua di rawat, tabung itu telah penuh dan belum ada tanda tanda darah berhenti mengalir dari selang, hingga ahirnya dengan mengambil inisiatif yang meringankanku, dokter Supriyadi membuatkan sebuah tabung penampungan untuk darahku yang terus mengalir itu yang dibuat dari tabung infuse bekas terbuat dari kaca.

Selama dua minggu, lebih dari enam liter darah yang keluar dari selang ditubuhku itu dan entah sudah berapa banyak kantong darah yang terus di dialirkan kedalam tubuhku agar aku tidak mati karena kehabisan darah, padahal… harga sebuah kantong darah di Rs yang bertaraf internasionai ini hampir mencapai 900 ribu rupiah.

Dan yang terus menghantuiku setiap saat adalah bagaimana aku harus membayar seluruh tagihan rumah sakit jika aku dirawat lebih dari satu minggu ?
Aku masih sangat ingat ketika hampir setiap hari aku merengek kepada dokter Supriyadi agar selang yang menembus tubuhku itu segera dicabut dan aku segera diperbolehkan untuk pulang, namun dokterku tetap tidak mengizinkan, dan akan mengizinkan jika darah berhenti mengalir dari selang, atau jika sudah dua minggu.

Kenapa dua minggu dok ?
Dokter Supriyadi pun menjawab, Karena jika orang normal yang menjalani proses pengeluaran darah/cairan dari paru paru seperti prosedur yang diterapkan kepadaku, biasanya cukup hanya memakan waktu satu hari saja atau paling lambat dua hari sudah selesai dan selang dapat dicabut dengan segera.  Sedangkan aku adalah pengecualian, dengan penyakit Leukemia yang aku idap, tidak ada kepastian kapan darah yang keluar dari luka yang terjadi di dalam rongga dadaku itu akan berhenti. Hingga dokter pun hanya berinisiatif untuk memberi waktu selama dua minggu.

Tepat dua minggu, dr Supriyadi menanyakan sekali lagi kepadaku apakah aku sudah yakin dengan keputusanku ?
Akupun menjawab cepat, “Saya yakin dok…!” Bahkan aku menambahkan bahwa jika selang tidak dicabut dan aku tidak diperolehkan pulang, mungkin aku bisa mati berdiri ketika menerima kuitansi tagihan rumah sakit ini, ha ha ha,,, Ini serius dok…

Dan ini adalah keputusanku, dan aku bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keputusan ini dan berjanji tidak akan menuntut dokter yang merawatku atau rumah sakit jika terjadi sesuatu terhadap diriku.

Ahirnya selangpun dicabut dari tubuhku, akupun menatap detik detik pencabutan selang tersebut tanpa berkedip.
Aku bahkan hampir hampir tidak percaya, bahwa selama dua minggu ini, selang yang masuk kedalam tubuhku itu begitu panjangnya bahkan lebih dari 30 centimeter menurut perkiraanku.

Setelah selang dicabut, dokter Supriyadi memberitahukan bahwa beliau mengambil sebuah keputusan yang sangat berani dan cerdas menurutku, yaitu lubang bekas selang yang berada dibawah ketiakku itu tidak dijahit dan ditutup kembali seperti normalnya orang yang menjalani operasi pada umumnya.

Alasanya sangat masuk akal, yaitu jika lubang bekas selang itu dijahit rapat, maka jika pendarahannya masih terus berlangsung, akan ditakutkan paru paruku akan kembali terendam cairan lagi dan satu satunya jalan keluarnya adalah harus kembali dioperasi lagi untuk mengeluarkan cairan/darah yang kembali memenuhi rongga paru paruku.

Akupun mendukung keputusan dokter Supriyadi dengan sepenuh hati sembari memperlihatkan senyum dan kegembiraan kepada beliau meskipun senyumku segera sirna ketika aku benar benar menerima “kuitansi tagihan pembayaran rumah sakit” yang harus segera aku selesaikan dan menurutku luar biasa besarnya, setaraf dengan label ‘internasional’ yang disandang oleh rumah sakit tersebut.

Meskipun telah mendapatkan izin untuk pulang dan telah pula menyelesaikan pembayaran semua tagihan rumah sakit, aku masih harus menunggu kira kira dua jam lagi untuk benar benar bisa meninggalkan rumah sakit. Diantara sebabnya adalah menunggu surat rujukan yang dibuat oleh dokter lain yang merawatku selain dokter bedah yang mengoperasiku. Perlu diketahui bahwa jika seorang pasien yang dirawat mempunyai lebih dari satu penyakit, maka prosedur standar rumah sakit akan mewajibkan si pasien ditangani oleh beberapa orang dokter ahli sekaligus, seperti kasusku yang pada awalnya hanya membutuhkan penanganan dari seorang dokter bedah, tetapi karena aku mempunyai penyakit leukemia maka aku harus juga di tangani oleh dokter ahli darah. Dan mungkin jika aku mempunyai masalah dengan jantung pasti akan di tangani juga oleh dokter kardiolog dan begitu seterusnya.

Sesampainya dirumah aku tidak lantas berdiam diri untuk menerima takdirku begitu saja tetapi aku tetap berusaha untuk mengusahakan kesembuhanku dengan jalan apa saja yang aku ketahui.

Obat yang pertama aku beli adalah beberapa kilogram Biang Kunyit segar. Caranya sangat simpel sekali yaitu dengan mengupas kulitnya lalu memarutnya dan mencampur sedikit air putih, menyaringnya dan lalu langsung meminumnya.
Aku jadi teringat ketika untuk beberapa hari tanganku dan juga tangan istriku menjadi kuning kemerahan karena hampir setiap saat selalu memarut biang kunyit yang rupa rupanya sangat sulit diparut karena lengket, hingga ahirnya istriku membeli sebuah mangkuk blender khusus untuk menghaluskan sibuah kunyit yang yg banyak manfaatnya itu.

Hari kedua kepulanganku kerumah, darah masih saja mengalir dari lubang dibawah ketiakku, bahkan ketika aku membuka perban untuk menggantinya, serasa ada suara nafasku keluar dari lubang tersebut dan dibarengi keluarnya darah. Bahkan ketika aku pamerkan lubang tersebut kepada istriku sambil menarik nafas yang agak dalam, terdengar suara ngiik… ngiik… seperti suara orang merintih dari lubang tersebut hingga istriku malah menangis tersedu sedu.

Dan bahkan karena banyaknya korban baju yang terkena tumpahan darah yang masih saja merembes dari perban yang kupasang di lubang itu, maka istriku menyarankan aku untuk memakai softex atau pembalut wanita tepat di atas perban yang menutup lubang di bawah ketiakku itu. Mantap… Tidak ada lagi baju yang terkena noda darah begitu juga kaus dalam yang kupakai selalu aman dari rembesan darah.

Hari kelima darah mulai berhenti mengalir, aku bisa mengetahuinya karena setiap hari aku mengganti sendiri softek dan perban yang menutupi lubang bekas operasi itu, bahkan lebih dari satu kali pada setiap harinya, hingga jika ada perbedaan sedikit saja pada luka yang selalu saya oleskan salep itu, maka aku pasti akan mengetahuinya dan akupun memberitahukan kepada istriku yang lantas lebih semangat mengupas kunyit dan memlendernya untuk segera aku minum, aaantaa’….! ( sepet)

Hari ketujuh atau tepat pada hari dan tanggal yang ditetapkan oleh dokter Supriyadi untuk kontrol, lukaku sudah menutup rapat meskipun masih basah seperti ada darah putih yang melapisinya atau karena salep yang selalu aku oleskan disana. Berbekal surat kontrol yang sudah diberikan kepadaku sejak kepulanganku dari RSIB, akupun menemui dokter Supriyadi yang terheran heran dengan cepatnya kondisi lukaku pulih. Bahkan tanpa dia sadari dia bertanya kepadaku apakah aku meminum obat selain dari obat antibiotik dan penghilang rasa sakit pemberiannya ?

Akupun dengan bangganya menjawab “Minum kunyit dok… Bahkan obat penghilang rasa sakitnya masih utuh tuh, tidak saya minum tuh dok… “

Diapun menawarkan kepadaku apakah aku mau untuk difoto rontgen untuk mengetahui apakah paru paruku kembali tergenang cairan lagi, akupun menolaknya seraya menjawab dengan sangat yakin. Gak papa kok dok,,, InsyaAllah.

Ahirnya akupun berpisah dngan dokterku yang sangat luar biasa itu, tanpa sebutir obatpun yang dia resepkan kepadaku. Dan sampai saat ini aku belum pernah bertemu lagi dengannya hingga dua minggu yang lalu ketika dia mengoperasi ususbuntu kakak kandungku dirumah sakit yang sama. Hebatnya… dia masih ingat dengan saya, meskipun selama beberapa tahun ini telah ada ratusan bahkan ribuan orang yang ditanganinya setiap hari.

Terimakasih yang tulus aku ucapkan kepada dokter Supriyadi, dan semoga pengabdianmu mendapat ganjaran yang setimpal dari Allah SWT.

Wassalam.

PS.

Cerita ini aku buat dengan sebenar benarnya berdasarkan kisah nyata yang aku alami, begitu pula nama dokter yang aku sebutkan adalah asli dan berpraktek di RSIB Bintaro tempat aku di rawat ketika itu.

Artikel Terkait :

dr Ludin Gultom
– DETEKSI LEUKEMIA MANDIRI (DELIMA)
– Obat Leukemia Menghilang

Comments
  1. Subhanallah, saya merinding mendengar kisah operasinya,Pak. Kalau Bapak lihat, mata saya berkaca-kaca, istri Bapak hebat dan luar biasa. Kadang seorang dokter harus berani mengambil inisiatif, dr. Supriadi sudah melakukannya. Saya mau tanya Pak…Kan lubang operasinya nggak dijahit, jadi bisa nutup sendirikah itu lubang ?
    Semangat Bapak bisa membakar semangat yang lain, yang hanya diberi ujian kecil tau-tau sudah mengeluh….
    😈

  2. Kakaakin says:

    Kalo yang pernah kulihat waktu masih mahasiswa dulu, di RSU cuma pake botol infus yang plastik itu 🙂
    Nggak kebayang deh gimana sesaknya saat paru2 terendam cairan kek gitu 😦

  3. Kaka Akin says:

    Alhamdulillah, kunyit bisa membantu ya…
    Dan sekeluarga juga mendukung ya… subhanallah… 🙂

  4. ocekojiro says:

    @Melliana:
    Betul, lubang itu menutup dg sendirinya dan karena tidak dijahit, maka hingga kini meninggalkan sebuah luka parut berwarna coklat tua kehitaman di bawah ketiak kiriku.

    @Kakaakin:
    Betul… botol infuse yg umum sekarang ini adalah yg terbuat dari plastik, namun di RSIB atau di beberapa RS yg cukup mahal masih bnyk infuse yg menggunakan botol beling berisi 900-1 lt cairan infus.
    Oya paru2 yg tergenang itu HANYA yg sebelah kiri saja, meskipun sesaknya sangat luar biasa sampai2 sy sempat di “talqin” oleh beberapa sahabat jamaah yg datang, dikiranya sedang sakarotul maut, padahal ketika sahabat2 sy itu datang sy sedang sholat.

  5. Kang Oce sekeluarga memang hebaaatttt ayok bukunya segera terbitkan hik hik dan yang pasti beruntung sekali ketemu dokter yang oke.

  6. Deasy Rengkehati says:

    Alhamdulillah…..bpk oce selalu berusaha tuk berjuang mencari kesembuhan melalui jln apapun……….tetap semangat pak……

  7. budi says:

    Semangat luar biasa…

  8. amry says:

    huh bagaimana dengan calon suamiku yang mengidap leukimia stadium akhir, dia sudah melakukan donor gen tapi kenapa ya dia masih suka droop….. kalau terlau lelah… aku sanga tsedih melihat calon suami ku sepeti itu ?

    ada yg bisa membantu aku ???

  9. Amry, tidak akan ketemu kalau kita bertanya mengapa drop? padahal udah ini dan itu?hampir semua yang telah menempuh pengobatan medis untuk kanker akan seperti itu. Sebaiknya sekarang ini jaga pola makan, pola pikir dan tingkatkan kehidupan spiritual.

  10. chai says:

    subhanallah…
    Allahu Akbar… ^o^

  11. sari says:

    Adik saya sedang mengalami hal yg bpk alami skrg, qta sekeluarga support dia, mudah 2an bs bernasib sama. Dia barusan blg udah ga kuat. Tp qtamasih terus semangati.. sedihnya..

Komentar Anda :