Perjalanan Waktu
By: Siti Nuryani
Kita pernah bertemu pada suatu kurun masa
Walau tak semesra seperti layaknya pertemanan bulan dan bintang
tapi setidaknya visi kita tentang kehidupan ada kesamaan
sama-sama ingin bersahabat dengan alam.
Ruang dan waktu yang memisahkan kita
ruang dan waktu jualah yang mempertemukan kita
Kawan beribu rasa haru terlintas dibenakku ketika fesbukku terbuka pesanmu
ternyata ada metamorfosa kepompong menjadi kupu-kupu
Refleksi cahaya biru dan merah menjadi tajam,
saat sebuah lentera menyinari guratan-guratan pada tepi es
Beberapa pemburu hati, patah menjadi tiga lembar kertas origami
Aku menjadi seperti rasa pahit pada sepotong mentimun
menjadi seperti kumparan racun pada sebuah hati.
Aku yang tidak menikmati perenungan pada redam hidup
Dan kawan lamaku menjadi realita semua rangkaian doaku
Ia menjadi seperti bagian sebuah dogma,
lalu membalikkan drama dari setiap dokumentasi hidupku
Selayaknya ia mendapatkan kasih walau tak sebanyak ibunya
Saat aku yang tidak pernah cermat bercermin,
lantas dia menggantikan cermin itu
Ketika aku berteriak-teriak meminta secangkir susu
lalu ia adalah segelas pelarut dahagaku
Saat semua orang menyipitkan mata dan mengangkat satu alisnya padaku,
ia yang menjadi refleksi cahaya biru dan merah itu
Jakarta. 18 Oktober 2009
By: Siti Nuryani
Dedicated: Oce Kojiro/M. Rosyid
Artikel Terkait :
– Cinta Anak Penderita Leukemia
– Menanti
– Puisi Dari Sahabat
Banyak gunung tinggi yang pernah kita daki,
tebing citatah dan goa cilalaypun pernah kita selami.
Kini kita tergeletak tak berdaya,
aku dengan leukemia dan kamu dengan kanker payudara.
sepertinya kita dalam antrian yg sama,,,
(siapa yg lebih dahulu ya ?)
Ketika kanker menyapa……..
Apakah itu lonceng kematian?
Menunggu malaikat pencabut nyawa datang?
Jawablah dengan hati………
Ketika nafas sesaat tercekat……..
Masih mungkinkah kita bertaubat?
Tanyakanlah pada hati…….
Masih ada waktu kawan…….
Jangan menghitung hari
si Dia pasti akan datang!
Saat kaki melangkah…
mendaki dinding terjal dan menuruni tebing yang curam…
itulah nyali teruji
tali yang terulur sama dengan malaikat penolong
meski kita kehilangan arah kiblat dengan alasan tubuh ini kotor.
Kini…….
kesempatan berbagi hati dengan Tuhan
melepas ego dan kesombongan
untuk membersihkan diri…….
Sanggupkah tubuh dan jiwa menyatu?
Tanyakan pada hati……..
Aniroh.
terluka hati karna kata sudah biasa,
namun terluka karna usia badan juga khan binasa.
kata pujangga dianggap tak bermakna,
bila usia adalah segalanya maka usahalah yg utama.
Halia ini tanam-tanaman,
Ke barat juga akan condongnya.
Dunia ini pinjam-pinjaman,
Akhirat juga akan sungguhnya.
manusia mencari
manusia bertanya
manusia berfikir dan mengevaluasi
siapa yang peduli….selain Rabbnya
kesalahan diperbuat dan diulangi
manusia berlari menjauhi fitrahnya
waktu berjalan, entah kapan berhenti
ya Rabb, hanya kepada-Mu lah tempat kembali kami
bahkan ketika kita tidurpun ruh kita Ia genggam
namun kemudian Ia mengembalikannya lagi
sesungguhnya setiap kali kita bangun tidur
Allohlah yang menghidupkan kita
tidak peduli apakah kita menunaikan subuh-Nya atau tidak
Ia lebih mencintai diri kita
lebih….dan lebih….
dari diri kita sendiri
Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu jika kau senantiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu !
Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan…
Karena dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.
mengukur-ukur jarak, menghitung-hitung umur
“masih jauhkah?”
entah tanya siapa. avonturir memanggil, tubuh
menggigil.
keberangkatan berperang kesia-siaan
“kita berangkat di kelamnya malam
dan gulitanya perhentian?”