CRISIS BLAST

Beberapa hari ini kondisiku seperti menurun drastis, aku juga diingatkan oleh istriku bahwa nyaris sudah tidak ada senyuman dari wajahku yang menurutnya masih gagah dan nganteng ( Ciee…)
Orang dijalan atau dimasjid hanya akan menilai keadaan kita yang tergambar ketika itu tanpa tahu apa yang sesungguhnya sedang kita alami, apalagi aku tidak banyak bercerita kepada para tetangga dilingkunganku bahwa sebenarnya aku sedang merasakan ketidaknyamanan yang amat sangat karena tidak pernah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit (painkiller)
Ahirnya akupun berangkat ke laoratorium terdekat untuk memeriksakan darahku, dan seperti yang sudah aku perkirakan sebelumnya, hasil tes laboratoriumku sangat buruk.

Dari seberang telepon selularku, aku menangkap sedikit kecemasan dalam suara dokter internisku. Jangan jangan sudah terjadi ‘crisis blast’ ujar dokterku cemas.

Crisis blast adalah sebuah fase terahir dalam perkembangan penyakit leukemia, dimana sel sel kanker/blast sudah mencapai jumlah yang sangat banyak sekali hingga mencapai lebih dari 30 %. yang berada dalam darah, hingga kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi terganggu. Sedangkan organ vital seperti otak, harus selalu mendapat pasokan oksigen dalam jumlah yang cukup dan jika pasokannya terganggu, maka otak pun akan berhenti bekerja dan tamatlah aku.

Crisis blast biasanya dibarengi dengan terjadinya trombositopenia, yaitu menurunnya kadar trombosit dalam darah secara tajam, dimana akan menyebabkan pendarahan sendi, gusi, serta lambung yang hebat. Dan yang paling ditakutkan oleh dokterku adalah jika terjadi pendarahan pada otakku, dan jika itu terjadi, maka tipis kemungkinannya aku bisa melewati fase crisis blast ini.

Dokter internisku menyarankan agar aku bersedia dirawat dirumah sakit agar bisa dilakukan tindakan yang cepat untuk menurunkan leukosit yang sudah sangat banyak itu, serta cepatnya penanganan jika terjadi efek buruk dari crisis blast ini, seperti tranfusi darah, ketersedianya tabung oksigen atau perawatan pada pendarahan sendi dan gusiku.

Ahirnya aku tegaskan kepada dokterku bahwa aku masih baik baik saja, dan untuk sementara aku akan mengkonsumsi jus jambu dan jus buah bit untuk menambah trombositku, dan aku akan meminum obat kemoterapy kembali untuk menurunkan jumlah leukosit yang berlebihan itu. Karena menurut dokter inernisku itu, jika aku dirawat dirumah sakit pun aku pasti akan diberikan obat kemoterapy dalam jumlah yang sangat besar guna mengadapi fase ter genting dalam leukemia ini.

Sebelum menutup teleponku, dokterku masih sempat memberikanku semangat dan memberitahukan bahwa sebenarnya aku telah beberapa kali melewati fase crisis blast, dimana indikatornya adalah jika jumlah leukosit telah mencapai sekitar 400.000/mm darah, serta jumlah trombosit yang hanya 100.000 saja.

Terapy air putih masih akan terus aku lanjutkan, jus jambu yang uenaak… menjadi penawar lidah setelah meminum jus buah bit yang luar biasa menyiksa. Dan obat kemoterapy mulai aku konsumsi kembali pada dosis yang sangat rendah, yaitu 500mg per hari agar tubuhku tidak kaget, lalu berangsur angsur akan kunaikkan hingga 1500 mg sd 3000 mg perhari. Tak lupa obat penambah darah pun akan aku konsumsi dalam jumlah yang normal demi menaikkan HB, dan viamin C hisap 500 mg menjadi hidangan penutup yang memanjakan lidah.

Seluruh treatment diatas adalah aku sendiri yang menentukannya yang diamini oleh dokter hematologiku, mungkin karena aku tidak dirawat dirumah sakit hingga dokterku memberikan kebebasan mutlak kepadaku.
Ada sedikit kepuasan dalam sudut hatiku, karena dengan sadar aku turut menentukan setiap keputusan yang diambil oleh dokter hematologiku dalam menjalani pengobatanku. Tak lupa aku meminta kesediaannya untuk menanganiku jika kondisiku semakin memburuk atau jika aku memutuskan untuk dirawat dirumah sakit.

Oya, hubunganku dengan dokter internisku ini sudah seperti teman atau sahabat saja, pada tengah malam sekalipun jika aku membutuhkan nasehat kedokteran ataupun resep obat, dia akan segera membantu.

Ahh… Sepertinya ini waktu yang tepat untuk berdoa dan menangis, walaupun aku harus menunggu kedua permata hatiku terlelap dalam tidurnya, dan membiarkan istriku tercinta beristirahat guna menghimpun tenaga untuk berjuang kembali esok hari.
Menurut seorang sahabat, menangis itu dapat mendetoksifikasi jiwa dan juga raga, atau… ini hanya sekedar alasanku saja agar tidak dibilang cenggeng.

Wassalam.

PS.
Hasil tes hematologi tgl 21 nop 2009.
– Leukosit : 323.000
– Trombosit : 112.000
– HB : 9.8
– Eritrosit : 3.08
– Hematokrit : 36.1

Artikel Terkait :
– My Last Chemotherapy
– Mensyukuri Hidup
– Nasi Liwet